RUQYAH TANPA REAKSI
Banyak praktisi ruqyah khususnya pemula, menjadikan reaksi saat ruqyah sebagai ukuran keberhasilan dalam ruqyah. Jika tidak ada reaksi, maka dikatakan ruqyah kurang atau tidak berhasil. Dan sebaliknya, jika ada reaksi (muntah, kepanasan dll), dianggap berhasil
Padahal sejatinya, ukuran (parameter) utama keberhasilan ruqyah adalah mengacu pada proses ruqyah yang syar'i dan perubahan pada diri Marqi ('pasien') pasca ruqyah.
Perubahan minimal adalah pemahaman Tauhid yang lebih baik yang berujung pada proses hijrah ke kehidupan berbasis Sunnah.
Maka sentuhan tazkiyatun nufus di sini sangat penting.
Endingnya, pasien akan membuang semua penyakit hati dan memori buruk masa lalunya (Memory Cleansing) memulai kehidupan babak baru dengan hati yang jauh lebih bersih.
Bahasa sederhananya, pasca ruqyah, ada perubahan sikap, tingkah laku dan pola pikir yang lebih baik.
Sehingga sekalipun keluhan sakit fisiknya, belum hilang atau sama sekali belum mereda, mereka sudah memahami konsep tentang sumber sakit dan ketawakalan.
Banyak peserta ruqyah massal, yang tidak ada reaksi sama sekali saat ruqyah, namun setelah acara selesai, pikiran mereka lebih plong, hati lebih lapang dan semangat ibadah semakin meningkat dan bahkan keluhan sakitnya berkurang dan bahkan hilang.
Inilah yang disebut ruqyah tanpa reaksi.
Dan hal ini pernah dialami sahabat Utsman bin Abdul 'Ash. Beliau pernah diruqyah Nabi Muhammad SAW, karena beliau mengeluhkan adanya gangguan saat sholat. Meskipun dalam ruqyah tsb, beliau tidak ada reaksi. Namun setelah ruqyah, gangguan tsb hilang,
Berikut kisahnya :
Sahabat Utsman bin Abil ‘Ash mengalami gangguan sering lupa jumlah rakaat shalat ketika dia ditugaskan di Thaif. Lalu beliau menemui Rasulullah di Madinah dan menceritakan masalahnya.
Maka Rasulullah bersabda : ‘ Itu adalah gangguan syetan, mendekatlah’ , saat ia mendekat dan duduk di atas kedua kakinya sendiri, Rasulullah memukul dadanya dengan tangannya serta meludahi mulutnya seraya membentak : ‘ Keluarlah hai musuh Allah ! ’ , Beliau mengulangi sampai tiga kali, kemudian bersabda : ‘ Lanjutkan tugasmu ! ’ , kemudian Utsman berkata : ‘ Demi Allah, setelah itu saya tidak pernah terkena gangguan lagi’ . ( HR Ibnu Majah) .
Dari kisah ini, maka Peruqyah bisa mengambil ibrah, bahwa tugas kita selain memberikan pemahaman tauhid juga membacakan ayat Al Quran dengan penuh keyakinan dan ketawakalan. Dalam hal ini Rasulullah SAW memberikan penjelasan bahwa sahabat Ustman bin Abil 'Ash terkena gangguan syetan.
Dengan demikian, dengan modal pemahaman tauhid yang benar, ketawakalan yang mantap dan memahami konsep sakit dengan baik (bahwa sakit adalah musibah yang bisa berbentuk 3 hal, yakni adzab, peringatan atau ujian), maka pasien diharapkan bisa melaksanakan ruqyah mandiri (ruqyah dzatiyah) dengan Istiqomah.
Maka kesembuhan dari Allah SWT akan segera terlimpahkan, insya Allah
Banyak kasus, saat diruqyah Peruqyah, tidak ada reaksi atau sakitnya tidak mereda, namun setelah Istiqomah ruqyah mandiri, Alhamdulillah, Allah SWT sembuhkan sakitnya.
Karena itu, jika seseorang telah diruqyah Peruqyah, lalu telah Istiqomah ruqyah mandiri, namun belum diberikan kesembuhan, maka ada 2 kemungkinan :
1. Allah masih menangguhkan kesembuhan sebagai bentuk kasih sayangNya, yakni pembersihan dosa2 atau Allah menyenangi doa ybs,
2. ada penghalang kesembuhan, yakni dosa yang belum ditaubati total seperti kesyirikan, kedholiman dan harta haram yang masih mengotori ybs (riba dll) serta penyakit hati yang masih tersisa (dendam dll)
Sahabat Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu ‘anhu– mengatakan,
مَا نُزِّلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ
“Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)
Perkataan sahabat ‘Ali –radhiyallahu ‘anhu– tsb, selaras dengan firman Allah Ta’ala dalam Asy Syura (الشّورى), Ayat: 30
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
Dan yang tak kalah penting, introspeksi diri juga perlu dilakukan oleh Peruqyah sendiri, yakni apabila terlalu SERING dalam meruqyah, banyak kasus pasien yang tidak ada reaksi atau tidak ada perkembangan saat dan setelah diruqyah, padahal sudah jelas ada indikasi gangguan jin atau sihir.
Maka yang jelas ada yang salah pada diri sang Peruqyah yang harus segera dia diperbaiki.
Wallahu a'lam
Alfan Bainofi
Griya Sehat Qurani Al Ikhlas Jember
082336887655